Pesantren

     
Ilustrasi :Scren Shoot on youtube
  Pesantren identik dengan Indonesia. Begitu kira-kira gambaran jika seseorang menyebutnya tanpa alasan. Seperti judul tulisan ini, yang sengaja hanya ditulis "pesantren" tanpa kata kerja bantu lain agar pembaca memandangnya dari sudut manapun yang dikehendaki, karna menurut penulis, persepektif pesantren bagi para pembaca  berbeda-beda.
Saat ini, penulis berada dalam lingkup pesantren modern yang terletak di Jl. KH. Wachid Hasyim No.304 Tanjunganom Nganjuk Jatim, yang berdiri pada tahun 1995.
     Pesantren yang ditempati oleh tidak hanya mereka yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, melainkan Sekolah menengah Atas (SMA) , Sekolah mengah Pertama (SMP), serta para ustadz yang tinggal secara bersama dalam lingkup pondok.
Ilustrasi : Kegiatan santri di pesantren Dok.Pri
Baca juga : Kalah bukan bahasa jawa     
Penulis akan mencoba membahas pesantren dari beberapa aspek, yang terlingkup dari beberapa hal, diantaranya adalah pengalaman. Sebuah lingkungan yang mengawal keberlangsungan pelajar terbebas dari penyakit jiwa, membangun karakter islami (selamat tindakanya, jauh dari arogan dan meresahkan masyarakat dan lain-lain).
Pesantren itu istimewa
     Dulu sekali, sekitar tahun 2006 salah seorang da'i mengajak penulis untuk mengikuti pergi belajar dipesantren. Namun dengan berbagai alasan, penulis menolaknya. Yang akhirnya seorang da'i tersebut kembali ke pulau Jawa tanpa membawa seorang santri. Penolakan tersebut mungkin tanpa dasar, hanya saja penulis merasa  belum siap, dan masih nyaman menikmati hari-hari yang tidak jelas selama sekolah di rumah.
      Tahun 2009, setelah lulus SMA, keinginan itu ada. Akhirnya dengan niatan menimba ilmu, dengan iringan tangis tetangga dan keluarga, penulis dan beberapa rekan berselancar menuju kota-kota di Indonesia, mengarah ke timur sampai saat ini.
Sekarang, saat penulis berada di lingkup pondok, bersama adek-adek yang masih sekolah SMP, keistimewaan pesantren sangat terasa sekali di hati. Dengan melihat remaja yang belajar, membentuk karakter budi di asrama (belajar agama serta praktek bersosial), membuat penulis lupa jika negara ini daruat pendidikan.
     Benarkah negara ini darurat pendidikan?
Padahal, saat kita melihat para santri (kader bangsa), yang terbaca hanya pengalaman luar biasa seorang remaja yang jauh dari orang tua mereka, remaja yang mempunyai mimpi besar, jika kelak pulang akan membangun daerahnya, remaja yang bermimpi menjadi orang yang bermanfaat bagi lingkungan, remaja yang terbiasa hidup pas-pasan tanpa mengeluh, remaja yang tidak membanggakan kelulusanya dengan mencoret-coret seragam saat lulus dan melakukan konvoi di jalan dan mengganggu lingkungan.
   Banyak yang meresahkan kesenjangan ekonomi.
Di pesantren, semua sama, mereka yang dari keluarga bermateripun, pasti juga mengalami kekurangan uang saku, semua ada batasan . Lalu apa yang dibanggakan? tentu tidak ada. Dalam hal ini, bersosial lah yang diajarkan pada santri yang melingkupi adab dan akhlaq.
 Apa juga berlaku kesenjangan sosial di pesantren? jika ini masih terjadi maka akan sangat lucu. Dengan seragam yang sama, berbahan yang sama, kerapihan juga sama, , bahkan mereka tidak tahu siapa orang tua teman mereka. Bangunan peduli terhadap teman, dibangun dan dikuatkan pada mereka sampai mengakar dan diterapkan di lingkungan yang ditempati.
Sekolah di pesantren Dok.pri
Selanjutnya, tidak ada apa-apa yang perlu kita khawatirkan tentang darurat, mungkin saja yang dimaksut dengan darurat pendidikan di Indonesia adalah " mawas diri, mendidik diri, menjadi pribadi yang terdidik".
Markhaban yaa ramadhan, Markhaban syahru syiam!!!

Comments

Popular Posts